Bahagia tidak melulu soal senang. Bahagia
lebih dari sekedar gelak tawa. Bahagia adalah ketenangan batin. Bahagia adalah
hati yang utuh dan tidak berlubang. Tapi jangan disangkutpautkan dengan rasa
syukur. Bahagia tidak semudah bersyukur dengan segala yang aku punya. Karena
toh bersyukur juga tidak semudah membalikkan telapak tangan. Bahagia membutuhkan
usaha dan pengorbanan. Karena nyatanya ada tawa yang harus dibuang, sebagaimana
ada letih yang harus diraih. Bahagia adalah hati yang utuh karena dijaga oleh
waktu, tenaga, dan pikiran.
Sekarang mari singgung sedikit tentang
bersyukur. Memperbaiki hati seseorang yang sedang tidak bahagia menurutku tidak
semudah mengucapkan “harus bersyukur dan jangan lupa bahwa orang-orang di luar
sana lebih menderita.”. Karena yang sedang bermasalah adalah di dalam sini. Di
hati ini, bukan di luar sana. Kita kan tidak pernah diperbolehkan untuk tertawa
di atas penderitaan orang lain, lalu mengapa kepada mereka yang tidak sedang
bahagia kita mengingatkan pada orang-orang yang lebih menderita? Bukankah
kalimat tersebut terdengar seperti “berbahagialah! Karena di luar sana
orang-orang lebih menderita darimu.” Lalu memangnya kenapa kalau mereka lebih
menderita? Apakah kemudian menjadi kewajibanku untuk berbahagia ketika
kebahagiaan itu sedang tidak dimiliki oleh orang-orang di luar sana? Memangnya
kebahagiaan seperti bola yang dioper-oper?
Aku tidak mentah-mentah menolak kalimat “harus
bersyukur dan jangan lupa bahwa orang-orang di luar sana lebih menderita.” Memang
penting untuk menyadari bahwa dunia tidak berpusat pada pribadi, sehingga kita
harus tetap ingat bahwa isu yang terjadi di dunia ini beragam sekali seperti
misalnya tentang orang-orang yang sedang menderita di luar sana. Hanya saja, lantas
apa korelasinya penderitaan orang-orang di luar sana dengan penderitaan yang
dialami seseorang yang sedang tidak bahagia? Kalau memang kau tahu di luar sana
ada orang-orang yang sedang menderita ya bantulah mereka sana! Aku juga di sini
sedang menderita dan aku butuh bantuan bukan pengingat untuk bersyukur.
Bersyukur bukan tentang ingat atau tidak ingat. Karena kalau logikanya memang
begitu, lalu apakah kita juga akan mengatakan kalimat yang sama pada
orang-orang yang menderita di luar sana. Toh bagi mereka di luar sana, temanmu
yang kau beri wejangan kalimat tersebut juga adalah “orang di luar sana yang
sedang menderita”, ‘kan?
Memang pada akhirnya aku juga tidak bisa
memberikan solusi yang konkret terhadap bagaimana cara seseorang bisa bersyukur
jika memang itu adalah kunci kebahagiaan. Tapi bagiku pribadi, aku cukup lelah
mendengar kalimat wejangan tentang orang luar sana. Menurutku, siapa pun berhak
atas penderitaannya. Baik itu di sini maupun di luar sana. Nyatanya memang
penderitaan itu sifatnya subjektif. Penderitaan itu nyata bagi tiap orang yang
merasakannya. Lantas kalau begitu mengungkapkan saja langsung dibendung oleh
kalimat “jangan lupa bersyukur”, bagaimana lagi orang bisa memaknai penderitaannya?
Bahagia tidak melulu soal senang. Bahagia lebih dari sekedar gelak tawa.
Bahagia adalah ketenangan batin. Bahagia adalah hati yang utuh dan tidak
berlubang. Bahagia adalah pelangi setelah hujan. Tapi bagaimana bisa pelangi
muncul kalau baru saja mendung, langit mendung sudah diusir karena lupa
bersyukur dan ingat pada yang di luaran sana?
#30DWC #30DWCJilid21 #Day18
Comments
Post a Comment