Tak ada yang abadi

Kan kita sering mendengar pernyataan bahwa tak ada yang abadi. Tidak makhluk hidup, tidak benda mati, tidak bahkan bumi ini, dan juga sepertinya tidak juga perasaan. Bukan. Bukan perasaan yang berbau romantis saja. Perasaan secara umum yang aku maksud. Seperti sedih, senang, kaget, takut, dan lain-lain.

Ya, seperti sedih, seperti senang. Seperti pula perasaan bahagia, seperti pula perasaan kosong. Seperti perasaan semangat, seperti perasaan malas. Seperti kuat, seperti lemah. Tidaklah abadi rasa cemas maupun rasa syukur. Tidak pula abadi rasa keberanian dan ketakutan. Tidak abadi keramaian, tidak abadi kesepian.

Jika memang segalanya tak ada yang abadi, maka di mana aku harus memosisikan diri? Apakah selalu di antara kedua spektrum hal yang berlawanan tadi? Memosisikan diri di antara senang dan sedih, bahagia dan kosong, semangat dan malas, kuat dan lemah, cemas dan syukur, berani dan takut, ramai dan sepi? Atau memosisikan diri untuk selalu mengantisipasi tiap hal yang berlawanan dari apa yang kurasakan? Seperti mengantisipasi tangis ketika tertawa, mengantisipasi duka ketika bersuka  ria, mengantisipasi lelah ketika semangat, mengantisipasi rugi ketika untung, mengantisipasi kehilangan ketika menemukan sesuatu yang baru?

Mungkin pola pikir antisipasi seperti itu ada baiknya juga. Agar aku terlatih untuk mengantisipasi tawa ketika menangis, mengantisipasi suka ketika berduka cita, mengantisipasi semangat ketika lelah, mengantisipasi untung ketika rugi, dan mengantisipasi penemuan akan sesuatu yang baru ketika kehilangan. Mungkin dengan itu aku bisa sedikit membiasakan diri dengan segala hal yang tidak abadi. Seperti makhluk hidup, benda mati, bumi, dan perasaan.

#30DWC #30DWCJilid21 #Day12

Comments